Alur Laut Kepulauan Indonesia
Undang-Undang mengenai ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) yaitu:
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647);
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);
- Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal Asing Dalam Melaksanakan Lintas Damai Melalui Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4209);
- Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing Dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan Melalui Alur Laut Kepulauan Yang Ditetapkan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4210);
- Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070);
- Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5093);
- Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5108) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208);
- Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5109);
- Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang Pengesahan Peraturan Internasional tentang Pencegahan Tubrukan di Laut Collision Regulation 1972;
- Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang Pengesahan "International Convention for the Safety of Life at Sea 1974";
- Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
- Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 173/ ALAO1/ PHB-84 tentang Berlakunya The !ALA Maritime Bouyage Sistem Untuk Region A Dalam Tatanan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran di Indonesia;
- Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM30 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Distrik Navigasi;
- Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan;
- Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 62 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Unit Penyelanggara Pelabuhan;
United Nations Convention on the Law of the Sea
Konvensi Hukum Laut atau Hukum perjanjian Laut, adalah perjanjian internasional yang dihasilkan dari Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut yang ketiga (UNCLOS III ) yang berlangsung dari tahun 1973 sampai dengan tahun 1982.Konvensi Hukum Laut Internasional memberikan kesempatan kepada negara pantai untuk melakukan tinjauan terhadap wilayah landas kontinen hingga mencapai 350 mil laut dari garis pangkal. Berdasarkan ketentuan UNCLOS jarak yang diberikan adalah 200 mil laut, maka sesuai ketentuan yang ada di Indonesia berupaya untuk melakukan submission ke PBB mengenai batas landas kontinen Indonesia diluar 200 mil laut, karena secara posisi geografis dan kondisi geologis, Indonesia kemungkinan memiliki wilayah yang dapat diajukan sesuai dengan ketentuan penarikan batas landas kontinen diluar 200 mil laut.
Uu tentang UNCLOS :
- pasal 16 ayat 1
- Pasal 75 Ayat 1
- pasal 84 ayat 1
Setlah melakukan konvensi PBB , akhirnya melahirkan 8 pengaturan hukum laut:
- Perairan Pedalaman (Internal waters),
- Perairan kepulauan (Archiplegic waters) termasuk ke dalamnya selat yang digunakan untuk pelayaran internasional,
- Laut Teritorial (Teritorial waters),
- Zona tambahan ( Contingous waters),
- Zona ekonomi eksklusif (Exclusif economic zone),
- Landas Kontinen (Continental shelf),
- Laut lepas (High seas),
- Kawasan dasar laut internasional (International sea-bed area).
Deklarasi Djuanda
Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State) yang pada saat itu mendapat pertentangan besar dari beberapa negara, sehingga laut-laut antarpulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas. Deklarasi Djuanda selanjutnya diresmikan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Akibatnya luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tetapi waktu itu belum diakui secara internasional.Meskipun awalnya mendapat penolakan dunia internasional, tetapi akhirnya mendapat respon pada pengakuan internasional melalui Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut UNCLOS 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea 1982).
Tujuan dari Deklarasi Juanda yang ditulis pada 13 Desember 1957,
- mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat
- menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan asas negara Kepulauan
- mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI
0 komentar:
Posting Komentar